PEMBAHASAN MATERI
A.
PENDAHULUAN
-
Sejarah menguraikan
rangkaian-rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu, sehingga tergambar dengan
jelas perubahan-perubahan yang terjadi dalam satu kurun waktu.
Perubahan-perubahan tersebut bisa melaihrkan keadaan sekarang lebih baik
ataupun lebih buruk dari keadaan masa lalu. Apakah setelah sekian tahun
dilakukan pembangunan ekonomi, keadaan ekonomi sekarang lebih maju atau lebih
mundur. Hal ini perlu kita nilai berdasarkan tolok ukur atau kriteria kemajuan
ekonomi.
-
Dalam kontek sejarah, satu
peristiwa yang terjadi tidak berdiri sendiri dalam arti peristiwa tersebut
tidak berkaitan dengan peristiwa-peristiwa lain sebelumnya. Ada hubungan sebab
akibat, ada hubungan saling mempengaruhi antara satu peristiwa dengan peristiwa
lain. Untuk mengetahui bagaimana sifat hubungan itu, bagaimana akibat peengaruh
hubungan itu, kita perlu memahami beberapa peralatan analisis ekonoim.
(1)
Kriteria Kemajuan Ekonomi
a.
Bagi negara-negara maju/
industri
1)
Tingkat pendapatan per kapita
2)
Distribusi pendapatan nasional
3)
Tingkat inflasi
4)
Tingkat pengangguran
Sejauh yang merupakan obyek perhatian adalah ekonoi negara-negara
yang masih berkembang maka perlu diperhatikan beberapa aspek lagi (B.S. Mulana,
1983).
b.
Bagi negara-negara sedang
berkembang
-
Kriteria yang bersifat
struktural:
1)
Tingkat pendapatan per kapita
2)
Distribusi pendapatan nasional
3)
Peranan sektor industri/
mfanufakturing dan jasa
4)
Keterpaduan antar industri,
antar sektor ekonomi, dan antar daerah
-
Kriteria yang bersifat tahunan
:
5) Tingkat inflasi
6) Tingkat pengangguran
-
Yang diinginkann negara-negara
sedang berkembang adalah keadaan yang dapat dan telah mengalami proses yang
membawa perubahan-perubahan struktural yang berarti. Maka dalam kriteria
struktural ditambah besarnya peranan sektor-sektor non pertanian/ non
iekstraktif dalam GNP atau GDP, besarnya peranan sektor industri dan jasa
(manufakturing) dalam ekspor, tingginya tingkat keterpaduan secacara vertikal
dalam sektor industri, serta tingkat keterpaduan antara sektor dan antar daerah
dalam ekonomi (B.S. Muljana, 1983).
-
Untuk menilai kesuksesan suatu
Pelita di Indonesia lazim di pergunakan kriteria tingkat pertumbuhan ekonoi dan
tingkat pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan (dua logos dari Trilogi
Pembangunan).
(2)
Peralatan Analisis Ekonomi
-
Langkah awal dalam mempelajari
mekanisme kerja ekonomi nasional adalah mendekati kegiatan ekonomi melalui tiga
sisi, yaitu segi produksi, segi pembelanjaan/ pengeluaran dan segi pendapatan.
Ketiga pendekatan itu dalam berbagai buku literatur disebut analisis ekonomi makro (Susanto Hg., 1995).
-
Beberapa konsep/ indikator
penting yang perlu dpahami dalam rangka anlaisis ekonomi makro antara lain :
produk domestik bruto (PDB), pendapatan nasional (Y), pendapatan per kapita, nilai
tambah (Vas), kontribusi sektor (Ks), laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi
(In), jumlah uang beredar (JUB), debt service ratio (DSR), nilai tukar
perdagangan (TOT), tingkat pengangguran, tingkat kesenjangann dan incremental
capital output ratio (ICOR).
a.
Produk Domestik Bruto (PDB =
GDP)
1)
Dilihat dari sumber
pembentukannya, GDP diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh nilai tambah
dari sektor-sektor usaha.
Rumus :
GDP = VAsp + VAss + VAst
Keterangan :
VAsp = Nilai Tambah
Sektor Primer
VAss = Nilai Tambah
Sektor Sekunder
VAst = Nilai Tambang Sektor Tertier
2)
Dilihat dari penggunaannya
(dari segi pengeluaran), nilai GDP harus sama dengan nilai pengeluaran konsumsi
rumah tangga © + konsumsi pemerintah (G) + pembentukan modal bruto (I) + ekxpor
dikurangi impor (X – M).
Rumus :
GDP = C + I + G + (X – M)
b.
Pendapatan Nasional (NI – Y)
-
Cara perhitungan pendapatan
nasional :
Rumus :
GNP = GDP + F
NNP = GNP – D
NI = NNP – Nit
= (GDP + F) – D – Nit
NI = GDP + F – D
– Nit
Skema :
Produk Domestik Bruto (GDP) Rp xxxxx
Ditambah : pendapatan neto terhadap luar
Negeri atas faktor produksi (F) Rp xxxxx
Produk nasional Bruto (GNP) Rp xxxxx
Dikurangi : penyusutan (D) Rp
xxxxx
Produk Nasional Neto (NNP) Rp xxxxx
Dikurangi : pajak tak langsung (Nit) Rp
xxxxx
Pendapatan Nasional (NI = Y) Rp xxxxx
c.
Pendapatan per kapita
-
Pendapatan nasional dibagi
jumlah penduduk
-
Rumus :
NI
Pendapatan per kapita : ---------
P
d.
Nilai tambah (VAs)
-
Rumus :
VAs = OPs – IPs
-
Keterangan :
VAs = Nilai tambah
masing-masing sektor
OPs =
Output (keluaran) sektor
IPs = Input
(masukan) sektor
e.
Kontribusi Sektor (Ks)
Rumus :
VAs (Rp)
Ks = x 100%
PDB (Rp)
f.
Laju pertumbuhan Ekonomi
Rumus :
PDBx – PDBx - 1
1)
Cara tahunan =DPDBx
= x 100%
PDBx-1
2)
Cara Rata-rata
Keterangan :
r = laju pertumbuhan
ekonomi rata-rata setiap tahun
n = jumlah tahun
(mulai dengan sampai dengan)
tn = tahun terakhir
periode
to = tahun awal
periode
g.
Tingkat Inflasi (IF)
Rumus (Sederhana) :
1)
Menghitung IHK (Indeks Harga
Konsumen)
Current
Price
Index Sumber = x 100%
Base-period price
2)
Menghitung tingkat inflasi
(inflation rate = IR)
IHKn
(1)
Bulanan : IRn
= x 100% - 100%
IHKn-1
Keterangan :
IR = angka inflasi (%) bulan
n
IHKn = Indeks umum
IHK Gabungan 17 kota bulan n
IHKn-1 = Indeks umum
IHK Gabungan 17 kota bulan ke(n-1)
(2)
Tahunan : cummulative method
(dengan menjumlahkan inflasi setiap bulan)
IHKx
IRx = x 100%
- 100%
IHK(x-1)
Keterangan :
IRX = tingkat
inflasi tahun x
IHKn = IHK tahun x
IHKn-1 = IHK tahun
yang lalu
h.
Debt Service Ratio (DSR)
-
Rasio angsuran hutang LN
terhadap ekspor ini menggambarkan kemampuan suatu negara dalam melunasi hutang
LN.
Rumus :
Keterangan :
Dt = Bunga & Cicilan hutang
Xnt = ekspor neto (bersih), setelah dikurangi impor mingas
Xbt = ekspor bruto (kotor)
-
Karena yang menanggung beban
hutang pemerintah dan swasta maka ada empat versi perhitungan DSR :
1)
DSR pemerintah terhadap ekspor
bruto
2)
DSR pemerintah (pemerintah +
swasta) terhadap ekspor bruto
3)
DSR pemerintah terhadap ekspor
neto
4)
DSR Indonesia (pemerintah +
swasta) terhadap ekspor neto
i.
Nilai Tukar Perdagangan (term
of Trade = TOT)
-
Ada lima langkah untuk
menentukan efek nilai tukar perdagangan LN terhadap GDP (mempeengaruhi
kemakmuran), dua diantaranya adalah :
1)
Pertama, menentukan indeks
harga ekspor (Px) dan indeks harga impor (Pm)
Keterangan :
Px = Indeks ekspor
Pm = indeks impor
X, M = ekspor, impor
B = Bulan berlaku /
harga tahun berjalan
K = harga konstan
2)
Kedua, menentukan indeks nilai
tukar (term of trade)
Keterangan :
Px = Indeks harga
ekspor
Pm = Indeks harga impor
j.
Tingkat Kesenjangan, bisa
dihitung dengan Gini Coeeficient (GC) atau 40% golongan termiskin (40% GTM)
-
Kesenjangan tinggi bila 40% GTM
menerima < 12% dari NI (Y)
-
Kesenjangan sedang bila 40% GTM
menerima 12-17dari Y
-
Kesenjangan rendah bila 40% GTM
menerima > 17% dari NI (Y)
B.
PERIODE KOLONIAL
(1)
Karakteristik
a.
Ciri perekonomian kolonial
-
Pada jaman Kolonial belanda,
ekonomi Indonesia diwarnai oleh suatu strategiyang melahirkan dualisme dalam
kegiatan ekonoi, yaitu dualisme antara sektor ekspor (enclave) dan sektor
tradisonal (hinterland). Sektor ekspor diwakili dengann kehadiran
perkebunan-perkebunan di daerah pedesaan (Suroso, 1994).
-
Pendirian perkebunan di daerah
pedesaan semata-mata karena pertimbangan lokasi yang menguntungkan (tanah
subur, iklim cocok) dan bukan untuk menciptakan lapangan kerja baru untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
-
Struktur perekonomian kolonial
seperti gambar di bawah ini :
|
|||||
-
Pasar dunia dan sektor ekspor
terpisah dengan sektor tradisional, karena sektor ekspor berhubungan langsung
dengan pasar dunia dan mendapat proteksi dari pemerintah.
b.
Konsep Dualisme
Sejak jaman penjajahan sampai saat ini perekonomian Indonesia masih
juga menunjukkan ciri-ciri adanya dualisme, baik dualisme yang bersifat
teknologis, maupun yang bersifat ekonomis, sosial dan kultural. Boeke
memberikan definisi masyarakat dualistis (Anne Booth, 1990) :
“Masyarakat yang mempunyai dua gaya sosial berbeda, yang
masing-masing hidup berdampingan. Dalam proses evolusi sejarah normal yang
berlaku bagi masyarakat homogen, kedua gaya sosial tersebut me3wakili tahap
perkembangan sosial yang berbeda, dipisahkan oleh suatu gaya sosial lain yang
mewakili tahap transisi, misalnya : masyarakat sebelum kapitalisme dan
masyarakat kapitalisme maju yang dipisahkan oleh masyarakat kapitalisme awal….”
(2)
Statistik Ekonomi Kolonial
a.
Kedudukan dan Fungsi Hindia
Belanda
-
Sistem pemerintahan Kolonial
(Hindia Belanda) menciptakan sistem ekonomi kolonial yang diarahkan untuk
memenuhi kepentingan negeri Belanda. Maka Hindia belanjda sebagai negeri
jajahan dijadikan sebagai :
1)
Daerah penghasil bahan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri negeri Belanda.
2)
Daerah pemasaran bagi hasil
industri dari negeri Belanda.
3)
Daerah penghasil devisa bagi
kepentingan negeri Belanda.
-
Hal ini terlihat dari peranan
perdagangan Hindia Belanda (Indonesia) di masa yang lalu.
b.
Peranan Hindia Belanda Dalam Perdagangan
-
Peranan Hindia Belanda terlihat
dari prosentase ekspor terhadap ekspor dunia untuk beberapa komiditi, antara
lain : kina 99%, lada 86%, Kapok 72%, karet 37%, agave 33%, hasil kelapa 27%,
minyak sawit 24%, the 19%, timah putih 17%, gula 5% (Soemitro, 1953; di kutip
dari Suroso, 1994).
-
Perdagangan Hindia Belanda
sebelum kemerdekaan sebagai berikut :
Impor
dari Ekspor ke
Negeri-negeri Asia $ 89.000.000 $ 144.000.000
Negeri-negeri Eropa 141.000.000 117.000.000
Amerika 36.000.000 90.000.000
Afrika 9.000.000 46.000.000
Australia 8.000.000 22.000.000
-
Kira-kira ¼ dari impor Hindia
belanda datang dari negeri belanda. Memang merupakan politik belanda untuk
mendahulukan Firma-firm Dagang Belanda.
-
Selama 20 tahun antara kedua
perang dunia, neraca perdagangan Hindia Belanda dengan Amerika mengalami
surplus $ 955 juta, sedang nerraca dagang negeri Belanda dengan Amerika defisit
sebesar $900 juta. Surplus dari Hindia belanda ini yang dipergunakan untuk
menutup defisit negeri Belanda (Soemitro, 1953: dikutip dari Suroso, 1994).
c.
Pendapatan Penduduk Indonesia
Asli
-
Menurut data yang dihimpun oleh
Polak pada tahun 1942, perekonomian Indonesia telah mengalami masa-masa pasang
surut (Anne Booth, 1990) :
1)
Pendapatan riil naik dalam
tahun-tahun 1923 – 1928 dan 1934 – 1939.
2)
Masa-masa stagnasi dialami pada
waktu terjadi depresiasi dunia tahun 1929 – 1933.
-
Antara tahun 1921 – 1939
pendapatan riil penduduk Indonesia asli naik 50% (sekitar 2,6% per tahun).
Sedang laju pertumbuhan penduduk waktu itu sekitar 1,5% per tahun.
-
Ini berarti bahwa pada masa
penjajahan Belanda ada peningkatan kesejahteraan hidup rakyat meskipun kecil
dan lambat sekali.
PEREKONOMIAN INDONESIA
MUNAWIR,
SE
POKOK BAHASAN
II.
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
(BAGIAN 2)
C.
PERIODE KEMERDEKAAN
(1)
Masa Demokrasi Liberal (1945 –
1959)
a.
Masalah yang dihadapi tahun
1945 – 1950
1)
Rusaknya prasarana-prasarana
ekonomi akibat perang
2)
Blokade laut oleh Belanda sejak
Nopember 1946 sehingga kegiatan ekonomi ekspor-impor terhenti.
3)
Agresi Belanda I tahun 1947 dan
Agresi belanda II tahun 1948.
4)
Dimasyarakat masih beredar mata
uang rupiah Jepang sebanyak 4 miliar rupiah (nilainya rendah sekali).
Pemerintah RI mengeluarkan mata uang “ORI” pada bulan Oktober 1946 dan rupiah
Jepang diganti/ ditarik dengan nilai tukar Rp 100 (Jepang) = Rp 1 (ORI).
5)
Pengeluaran yang besar untuk
keperluan tentara, menghadapi Agresi Belanda dan perang gerilya. (Suroso,
1994).
Masalah yang dihadapi Tahun 1951 – 1959
1)
Silih bergantinya kabinet
karena pergolakan politik dalam negeri.
2)
Defisit APBN yang terus
meningkat yang ditutup dengan mencetak uang baru.
3)
Tingkat produksi yang merosot
sampai 60% (1952), 80% (1953) dibandingkan produksi tahun 1938.
4)
Jumlah uang beredar meningkat
dari Rp 18,9 miliar (1957) menjadi Rp 29,9 miliar (1958) sehingga inflasi
mencapai 50%.
5)
Ketegangan dengan Belanda
akibat masalah Irian Barat menyebabkan pengambilalihan perusahaan[erusahaan asing (Barat). Sementara
itu di daerah-daerah terjadi pergolakan yang mengarah disintergrasi, seperti
Dewan Banteng, Permesta, PRRI (Suroso, 1994).
Selama periode 1949-1956, struktur ekonomi Indonesia masih
peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal/ modern, seperti pertambangan,
distribusi, transpor, bankdan pertanian komersil, yang memiliki kontribusi lebih
besar dari pada sektor informal/ tradisional terhadap output nasional,
didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor
komoditi primer (Tulus Tambunan, 1996).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan
Ekonomi
Memang sebelum pemerintahan Soeharto, Indonesia telah memiliki empat
dokumenn perencanaan pembangunan, yakni :
1)
Rencana dari Panitia Siasat
Pembangunan Ekonomi yang diketuai Muhammad Hatta (1947).
2)
Rencana Urgensi Perekonomian
(1951) – yang diusulkan oleh Soemitro Djojokusumo.
3)
Rencana Juanda (1955) – Rencana
Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
4)
Rencana Delapan tahun
“Pembangunan Nasuional Semesta Berencana” pada masa demokrasi terpimpin ala
Soekarno (Didin S. Damanhuri,…..)
Mengingat situasi keamanan (Agresi Belanda 1947, 1948,
pemberontakan PKI di Madiun 1948) dan silih bergantinya kabinet maka tidak
dimungkinkan adanya program kebijaksanaan yang bisa dijalankan secara konsisten
dan dan berkesinambungan. Antara tahun 1949-1959 terjadi 7 kali pergantian
kabinet (yang rata-rata berumur 14 bulan) sehingga cukup sulit menilai program
ekonomi apa yang telah berhasil diterapkan masing-masing. (Mubyarto, 1988).
Pada awal tahun 50-an kebijaksanaan moneter di negara
ini cenderung bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar tumbuh dengan
mantap, tetapi terkendalikan dengan laju 22 % per tahun antara 1951 – 1956).
Kemudian selama tahun-tahun terakhir dasawarsa 50-an jumlah uang yang beredar
tumbuh dengan lebih cepat antara 1956 – 1960). Kebijaksanaan moneter
selanjutnya semakin terkesan sebagai hasil sampingan dari dunia politik dan
dari kebutuhan untuk membiayai defisit APBN yang semakin membesar (Stephen
Grenville dalam Anne Booth dan Peter Mc Cawley, ed., 1990).
(2)
MASA EKONOMI TERPIMPIN ( 1959 –
1966 )
a.
Masalah yang dihadapi
1)
Selama Orde Lama telah terjadi
berbagai penyimpangan, dimana ekonomi terpimpin yang mula-mula disambut baik
oleh bung Hatta, ternyata berubah menjadi ekonomi komando yang statistik (serba
negara). Selama periode 1959 – 1966 ini perekonomian cepat memburuk dan inflasi
merajalela karena politik dijadikan panglima dan pembangunannnn ekonoi
disubordinasikan pada pembangunan politik. (Mubyarto, 1990).
2)
Ada hubungan yang erat antara
jumlah uang yang beredar dan tingkat harga (Stephen Genville dalam Anne Booth dan
McCawley, ed., 1990).
Tahun
|
DJUB (%)
|
DHarga (%)
|
1960
1961
1962
1963
1964
1965
1966
|
39
42
99
95
156
280
763
|
19
72
158
128
135
595
635
|
Sumber : Bank Indonesia, Laporan Tahunan jakarta, Berbagai Edisi.
Selama tahun 60-an sumber penciptaan uang oleh sektor pemerintah
merupakan penyebab terpenting dari naiknya jumlah uang yang beredar.
3)
Tahun 1960-an cadangan devisa
yang sangat rendah mengakibatkan timbulnya kekurangan bahan mentah dan suku
cadang yang masih harus diimpor dan diperkirakan dalam tahun 1966 sektor
industri hanya bekerja 30% dari kapasitas yang ada (Peter McCawley dalam Anne
booth dan Peter McCawley, ed., 1990).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan
Ekonomi
-
Rencana : pembangunan nasional
semesta berencana (PNSB) 1961-1969. Rencana pembangunan ini disusun
berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat
dengan azas ekonomi terpimpin.
-
Faktor yang menghambat/
kelemahannya antara lain :
1)
Rencana ini tidak mengikuti
kaidah-kaidah ekonomi yang lazim.
2)
Defisit anggaran yang terus
meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
3)
Kondisi ekonomi dan politik
saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikpanya
yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat
rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli,
Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
-
Beberapa kebijaksanaan ekonomi
– keuangan:
1)
Dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan
laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan
perekonomian Indonesia.
2)
Pada tanggal 28 Maret 1963
Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal
22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang
perdagangan dan kepegawaian.
3)
Pokok perhatian diberikan pada
aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka
penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan
adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).
(3)
MASA EKONOMI PANCASILA/ ORDER
BARU (1966 – 1998)
I)
MASA STABILISASI DAN
REHABILITASI (1966 – 1968)
a.
Masalah yang dihadapi
-
Menanggapi masalah ekonomi yang
kin dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam
percakapan dengan wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan
ekonomi ialah penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang
selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh
landasan-landasan ideal yang lain. Demikian pula realisasi Pancasila dalam
bidang ekonomi sering dilupakan. Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin
dalam pasal 23 yang mengatur anggaran belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966,
Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
-
Periode ini dikenal sebagai
periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi,
yaitu :
1)
Meingkatnya inflasi yang
mencapai 650% pada tahun 1965
2)
Turunnya produksi nasional di
semua sektor
3)
Adanya dualisme pengawas dan
pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari struktur organisasi perbankan
yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan
Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso,
1994).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan
Ekonomi
-
Ketetapan MPRS Nomor
XXIII/MPRS/1966 tentang :
Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan
pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :
(1)
Program stabilisasi dan
rehabilitasi : 1966 – 1968
(jangka pendek)
·
Skala Prioritasnya
1)
Pengendalian inflasi
2)
Pencukupan kebutuhan pangan
3)
Rehabilitasi prasarana ekonomi
4)
Peningkatan kegiatan ekspor
5)
Pencukupan kebutuhan sandang
·
Komponen Rencananya
1)
Rencana fisik dengan sasaran
utama :
(a)
Pemulihan dan peningkatan
kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
(b)
Pemulihan dan peningkatan
prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.
2)
Rencana Moneter dengan sasaran utama :
(1)
Terjaminnya pembiayaan rupiah
dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik.
(2)
Pengendalian inflasi pada
tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.
·
Tindakan dan Kebijaksanaan
Pemerintah
1)
Tindakan pemerintah “banting
stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup
ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto,
1988).
2)
Serangkaian kebijaksanaan
Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
(1)
Kebijaksanaan kredit yang lebih
selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
(2)
Menseimbangkan/ menurunkann
defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968).
(Suroso, 1994).
3)
Mengesahkan / memberlakukan
undang-undang :
(1)
UU Pokok Perbankan No. 14/ 1967
(2)
UU Perkoperasian no. 12/ 1967
(3)
UU Bank Sentral No. 13/ 1968
(4)
UU PMA tahun 1967 dan UU PMDN
tahun 1968
(5)
Membuka Bursa Valas di Jakarta
1967.
(2)
Program Pembangunan dimulai
tahun 1969/ 1970
(jangka panjang)
-
Skala Prioritasnya
1)
Bidang pertanian
2)
Bidang prasarana
3)
Bidang industri/ pertambangan
dan minyak
-
Jangka waktu dan strategi
pembangunan
1)
Pembangunann jangka menengah
terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak
tahun 1969/ 1970
2)
Pembangunan Jangka Panjang
dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun,
terdiri dari :
§ PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor
pertanian.
§ PELITA II 74/75 – 78/79
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri
pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
§ PELITA III 79/80 – 83/84
Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan
industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi.
§ PELITA IV 84/85 – 88/89
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan
meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
§ PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan
meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil
pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga
kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan
selanjutnya. (Suroso, 1994).
II)
MASA PEMBANGUNAN EKONOMI (1969
– sekarang)
A.
MASA OIL BOOM (1973 – 1982)
-
Dua kali Oil Boom dalam PJPT I
:
1)
Oil Boom I (1973/1974)
Oil Boom I terjadi ketika harga minyak di pasar dunia melonjak dari
US$1.67/ barrel (1970 menjadi US$ 11.70/barrel (1973/74), karena adanya krisis
minyak sebagai akibat tindakan boikot negara-negara OPEC (timur Tengah) yang
sedang konflik dengan Israel.
2)
Oil Boom II (1979/1980)
Harga minyak yang telah menapai US$ 15.65/ barrel (1979) melonjak
lagi menjadi US$ 29.50/ barrel (1980), terus melonjak US$ 35.00 (1981 – 1982)
a.
Masalah yang dihadapi
Oil Boom disamping memberi dampak positif juga membawa dampak
negatif (masalah)
a)
Dampak Positif (menguntungkan)
Selama Pelita I, II, III
(1973/74 – 1979/80) nilai keseluruhan ekspor Indonesia meningkat :
1)
Awal Pelita I US$ 1 miliar
meningkat menjadi US$ 3,6 miliar (akhir Pelita I)
2)
Awal Pelita II US$ 7,1 miliar
meningkat menjadi US$ 11,3 miliar (akhir Pelita II).
3)
Puncaknya mencapai US$ 23,6
miliar pada tahun 1981/1982.
Laju pertumbuhan ekonomi cednderung meningkat :
1)
Tiap Pelita rata-rata : 7%
(Pelita I), 7,2% (Pelita II) dan 6,5% (Pelita III).
2)
Terus meningkat mencapai 9,9%
(1980), kemudian menurun 7,9% (1981) dan merosot menjadi 2,3% pada waktu resesi
ekonomi tahun 1982. (Mubyarto, 1988).
b)
Dampak Negatif (Merugikan)
1)
Bangsa Indonesia menjadi manja,
hidupnya boros dan mewah seperti, terlihat :
-
Nilai ekspor naik 6,8 per tahun
tapi diikuti naiknya nilai impor yang lebih tinggi, yaitu 16,6% per tahun.
(Mubyarto, 1988).
-
Kebutuhan modal asing (pinjaman
lunak) tidak menurun: rata-rata US$ 562 juta per tahun (1970-1973), malahan
meningkat rata-rata US$ 1,646.9 juta per tahun (1974-1984), (Lampiran Pidato
Kenegaraan Presiden RI 15-8-1974 dalam Zulkarnain Djamin, 1993).
2)
Bangsa Indonesia menderita penyakit
belanda (the Dutch disease), gejalanya terlihat antara lain :
-
Laju inflasi dalam negeri lebih
tinggi dari inflasi dunia (negara partner dagang) sebagai akibat besarnya
monetisasi penerimaan negara dalam valas.
-
Defisit APBN (dalam rupiah)
ditutup dengan surplus penerimaan (dalam valas). Akibatnya jumlah uang beredar
meningkat, inflasi meningkat.
-
Laju pertumbuhan yang uang
beredar jauh lebih besar, rata-rata 34,9% sedang lalu pertumbuhan ekonomi
rata-rata 8% per tahun selama 1972 – 1981 (Anwar Nasutioan dalam Anwar
Nasution, ed., 1985).
b.
Rencana dan Kebijaksanaan
Pemerintah
-
Masa Oil Boom (1973/74 –
1981/82) berlangsung sepanjang waktu pelaksanaan PELITA I – PELITA III (akhir
tahun PELITA I sampai pertengahan tahun PELITA III)
-
Kebijaksanaan tiga PELITA
antara lain (Suroso, 1994)
·
PELITA I ; sebagian besar
anggaran pemerintah dialokasikan di bidang ekonomi, yaitu 78,28%, untuk sektor
pertanian dan irigrasi, sektor perhubungan dan pariwisata, industri dan
pertambangan serta sektor pedesaan.
·
PELITA II : kebijaksanaan
ekonomi periode ini berkisar pada :
§ Kebijaksanaan stabilisasi 9 April 1974 (menyangkut aspek moneter,
fisikal dan perdaganagn).
§ Keibjaksanaan devaluasi rupiah terhadap dollar AS (kurang lebih 45%)
pada bulan Nopember 1978.
·
PELITA III : Unsur pemertaan
lebih ditekankann melalui delapan jalur pemeraataan-pemertaan:
§ 1. Kebutuhan pokok rakyat
(pangan, sandang)
2.
Kesempatan memperoleh
pendidikan, kesehatan
3.
Pembagian pendapatan
4.
Perluasan kesempatan kerja
5.
Usaha, terutama golongan
ekonomi lemah
6.
Kesempatan berpartisipasi
(pemuda, wanita
7.
Pembangunan antar daerah
8.
Kesempatan memperoleh keadilan
§ Kebijaksanaann Januari 1982 : keringan kredit ekspor, penurunan
biaya gudang, pelabuhan dan bebas memiliki devisa.
§ Eksportir dibebaskan dari kewajiban menjual devisa yang diperolehnya
dari hasil ekspor barang/ jasa kepada bank Indonesia.
§ Di bidang impor juga diberikan keringnan bea masuk dan PPN Impor
untuk barang-barang tertentu.
§ Kebijakan imbal beli Januari 1983 : mengatur ekspor-impor dengan
cara imbal beli untuk mengurangi pemakaian devisa.
§ Di bidang perkreditan pelaksanaan KIK/ KMK semakin disempurnakan
dengan Keppres No. 18/1981
·
Pertumbuhan ekonomi pada
periode ini dihambat oleh reseeese dunia yang belum juga berakhir. Sementara
itu nampak ada kecenderungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada
tahun-tahun terakhir Repelita III. (Suroso, 1994).
sumber : google.com
0 Comments