Pada dasarnya pemberdayaan adalah cara untuk melaksanakan kerjasama dalam organisasi sehingga semua orang berpartisipasi penuh.. Dalam organisasi yang sudah diberdaya-kan para pelaksana (dosen, teknisi, pegawai administrasi, pustakawan, laboran, dsb) merasa bertanggung-jawab tidak hanya tentang pekerjaan yang dikerjakannya, tetapi juga tentang keseluruhan perguruan tingginya agar dapat berfungsi secara lebih baik. Tim-tim yang telah diberdayakan akan bekerjasama memperbaiki kinerja mereka secara berkelanjutan, mencapai tingkat produktivitas dan mutu yang tinggi. Setelah pemberdayaan perguruan tinggi akan terstruktur sedemikian rupa hingga orang-orang merasa bahwa mereka dapat mencapai hasil-hasil sebagaimana mereka harapkan, mereka dapat melakukan apa yang perlu mereka lakukan, dan tidak sekedar dapat melakukan apa yang mereka diperintah untuk melakukannya, dan mereka menerima penghargaan atas apa yang mereka lakukan itu.
Dinamika
suatu organisasi – perguruan tinggi – terletak pada kreativitas dan inisiatif
orang-orang yang ada di dalamnya. Bila perguruan tinggi itu dan orang-orang
yang ada meng-inginkan mutu kinerja yang lebih baik, maka yang harus dilakukan
adalah mencari bagaimana caranya memanfaatkan potensi kreativitas dan inisiatif
yang ada pada orang-orangnya. Cara memanfaatkan potensi itu pada dasarnya
adalah dengan meningkatkan kemampuannya melalui peningkatan pengetahuan dan
keterampian kerjanya, memberi kewenangan
atau kesempatan untuk berinisiatif dan berkreasi, dan memberi motivasi agar
mereka mau berbuat. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa untuk
memanfaatkan potensi orang-orang itu dengan jalan mendo-rongnya untuk
berpartisipasi meraih kinerja perguruan tinggi yang lebih bermutu. Agar mereka
berpartisipasi perlu ditingkatkan kemampuannya, dikembangkan kemauannya, dan
diberi kesem-patan untuk berpartisipasi.
Perguruan
tinggi perlu selalu berupaya meningkatkan kemampuan orang-orang yang bekerja di
dalamnya apakah mereka dosen atau pegawai non-edukatif seperti teknisi,
laboran, pustakawan, pegawai administrasi, resepsionis, operator telepon,
pengantar surat, petugas kebersihan dan keamanan, dan lain sebagainya.
Meningkatkan kemampuan adalah tindakan pemberdayaan yang utama. Hal itu bisa
dilakukan melalui program-program pendidikan dan pelatihan yang dilembagakan –
direncanakan dan dilaksanakan secara teratur dan profesional – bagi semua jenis
dan tingkatan pekerja perguruan tinggi. Tujuan utama dari pendidikan dan
pelatihan itu adalah memberi wawasan yang lebih luas dan dalam tentang hakekat
tugas yang diembannya, meningkatkan
penguasaan keterampilan-keterampilan dasar yang relevan dengan jenis tugasnya,
memperluas dan memperdalam pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan
tugasnya, serta menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap hal yang
dipelajarinya. Dengan wawasan,
keterampilan, dan pengetahuan yang selalu bertambah itu diharapkan orang-orang
itu akan berkembang kreativitasnya dan
berani berinisiatif untuk mencoba cara-cara baru dalam kerjanya. Cara-cara baru
itulah yang bisa diharapkan dapat membawa perbaikan dan kemajuan. Tanpa adanya
pendidikan dan pelatihan tambahan sulit diharapkan berkembangnya kreativitas dan inisiatif untuk melahirkan
dan mencoba cara-cara baru, dan tanpa cara-cara baru sulit diharapkan adanya mutu kinerja yang lebih baik. Dalam
menerapkan MMT, pelembagaan program-program pendidikan dan pelatihan itu
merupakan kebijakan yang mutlak.
Menguasai
kemampuan yang berupa pengetahuan dan keterampilan saja tidaklah cukup. Orang perlu
memiliki kemauan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilannya agar dapat
menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Kemauan itu ibarat motor penggerak yang mendorong dirinya
sendiri untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Kemauan ini sama atau berkaitan
erat dengan motivasi. Untuk menghasilkan mutu kinerja yang lebih baik diperlukan motivasi. Sumber motivasi seseorang adalah kebutuhan-kebutuhan yang
dirasakan oleh orang itu. Jelas sekali
bahwa setiap individu pada suatu saat memiliki kebutuhan yang ingin
terpenuhi. Untuk meme-nuhi kebutuhannya
seseorang terdorong untuk berbuat sesuatu asalkan perbuatannya itu mengarah
pada pemuasan kebutuhannya tadi. Sekarang bagaimana mengkaitkan perbuatan
mem-perbaiki mutu perguruan tinggi itu dengan pemuasan salah satu atau beberapa
kebutuhan orang-orang yang bekerja di perguruan tinggi. Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia bisa
dikelompokkan menjadi lima kategori yang tersusun secara hirarkhi, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga
diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Untuk pegawai-pegawai golongan bawah
mungkin kebutuhan-kebutuhan yang dirasa mendesak masih berkisar pada kebutuhan
fisiologis (pangan, sandang, papan, dll) dan keamanan (tabungan,dll) yang dalam
kehidupan modern bisa dibeli dengan uang.
Oleh karena itu untuk mereka
tugas-tugas yang bisa memperoleh imbalan uang akan dikerjakan dengan lebih
baik, ter-masuk tugas-tugas meningkatkan mutu kinerja. Bagi para pegawai
golongan menengah ke atas biasanya kebutuhan yang dirasa mendesak bukan lagi
kebutuhan fisiologis dan keamanan, tetapi kebutuhan sosial, harga diri dan
aktualisasi diri. Pemenuhan atau pemuasan kebutuhan-kebutuhan ini biasanya
tidak semata-mata dengan menggunakan uang, tetapi dengan menggunakan kemam-puan
atau prestasi diri. Oleh karena itu hal-hal yang bisa memotivasi orang-orang
golongan ini adalah yang bisa langsung atau tak langsung meningkatkan harga
dirinya. Diskusi ini mengarah pada perlunya memberi pengakuan dan penghargaan
kepada orang-orang agar mau melaku-kan usaha-usaha peningkatan mutu kinerjanya.
Dengan diakui dan dihargainya kontribusi orang-orang tersebut dalam
meningkatkan mutu perguruan tinggi di mana mereka bekerja, mereka merasa harga
dirinya naik, dan dengan harga diri yang naik itu mereka merasa upayanya untuk
memenuhi kebutuhan sosialnya akan menjadi mudah. Jadi untuk menumbuhkan kemauan
orang untuk meningkatkan mutu kinerjanya bisa dengan menerapkan sistem
penghargaan yang bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
kelompok orang. Perlu sekali lagi
ditekankan di sini bahwa penghargaan tidak selalu harus dalam bentuk uang atau
materi. Pengakuan dan pujian i hadapan umum bisa memotivasi orang untuk berbuat
baik lebih lanjut.
Agar
orang mau berpartisipasi meningkatkan mutu (atas kemauan sendiri) orang itu
perlu mendapatkan kesempatan untuk berbuat demikian. Kesempatan ini bisa berupa
ajakan dari pimpinan dan atau orang-orang lain di sekitarnya, atau kebebasan
untuk berpartisipasi, tersedia-nya
fasilitas untuk meningkatkan mutu, atau dalam bentuk kewenangan untuk
berpartisipasi. Memberi kewenangan kepada semua orang untuk meningkatkan mutu
kinerjanya masing-masing adalah penting untuk munculnya partisipasi dalam
meningkatkan mutu perguruan tinggi.
Pemberdayaan
perguruan tinggi berawal dari adanya sifat hubungan baru di antara orang-orang
yang bekerja, dan antara orang-orang itu dengan pimpinan perguruan tingginya.
Mereka semua adalah mitra kerja. Setiap orang diajak untuk tidak hanya merasa
bertanggung-jawab tentang pekerjaannya sendiri, tetapi mereka juga merasa ikut
memiliki organisasi secara keseluruhan. Para pekerja itu perlu dibuat merasa
sebagai pengambil keputusan, tidak
sekedar sebagai pengikut, pelaksana, penerima perintah atau bawahan. Selain itu
mereka juga merasa bangga atau kecewa terhadap keberhasilan perguruan tingginya
secara keseluruhan, dan bukan hanya merasa bangga atau kecewa terhadap hasil
kerja dirinya sendiri saja.
Sumber:www.google.com
0 Comments