Pada Agustus 2014 Badan Pusat Statistik mencatat, Indonesia ada 9.5% (688.660 orang) dari total penggangur merupakan lulusan dari perguruan tinggi, hal ini menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah bagaimana bisa menjamin setiap penduduk berhak mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak.
Menjadi pertanyaan besar mengapa lulusan diploma dan sarjana di Indonesia sulit mendapatkan pekerjaan ? banyak spekulasi yang bisa menjadi dasar mengapa hal tersebut bisa terjadi, banyaknya lulusan dari PT yang masih menggangur karena adanya ketimpangan antara profil lulusan universitas dengan kualifikasi tenaga kerja siap kerja.
Berdasarkan hasil studi Willis Towers Watson tentang Talent Management and Rewards sejak tahun 2014 mengungkap, delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai.
hasil studi itu, semestinya perusahaan tidak sulit mencari tenaga kerja, sebab angka pertumbuhan lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun selalu bertambah. Sementara itu, angka permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja selalu lebih rendah dari pada jumlah lulusannya.
"Setelah India dan Brasil, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai Negara dengan pertumbuhan lulusan universitas lebih dari 4 persen dan rata-rata surplus 1.5 persen per tahun. Tapi, perusahaan tetap kesulitan mendapatkan karyawan yang berpotensi tinggi," ujar Consultant Director, Willis Tower Watson Indonesia, Lilis Halim pada diskusi A Taste Of L’oreal.s
Susah terserapnya lulusan perguruan tinggi Indonesia karena tidak memiliki skill yang dibutuhkan perusahaan dan tidak punya critical skill. "Skill adalah langkah utama memasuki dunia kerja, setelah itu harus punya critical skill jika ingin berkembang dan masuk jajaran manajemen perusahaan.
Berdasarkan hasil studi itu, bahwa di era digital saat ini lulusan perguruan tinggi harus punya digital skills, yaitu tahu dan menguasai dunia digital. Agile thinking ability - mampu berpikir banyak scenario serta interpersonal and communication skills - keahlian berkomunikasi sehingga berani adu pendapat.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak adalah hak namun sering kurang diperhatikan, system nepotisme masih terjadi dalam dunia kerja, para pencari kerja dengan lulusan PT tanpa ada keluarga atau saudara yang terdapat di dalmnya akan sulit mendapatkan pekerjaan yang di inginkan.
System menyuap atau menyogok juga masih terjadi dalam dunia kerja namun sering kali hal itu dikesampingkan sebagain orang demi mendapatkan pekerjaan yang di inginkan, mereka rela megeluarkan uang sebelum bekerja.
Terbatasnya lowongan pekerjaan seharusnya menjadi tolak ukur untuk berfikir mencipatakan lapangan pekerjaan untuk orang lain, tidak serta merta harus bekerja di perusahaan/instansi harus bisa menciptakan peluang yang baik.
Namun hal demikian harus menjadi PR untuk pemerintah menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, agar pemerintah tidak lagi keteteran dan bisa menekan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia dan mewujudkan keadilan sosia bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis :
Akto Misriadi
Alumni Ilmu Komunikasi Uin Suska Riau angkatan 2010
0 Comments