1. PEMBAHASAN MATERI
A.
PELAKU-PELAKU EKONOMI
a.
Berdasarkan Kepemilikan Modal/
Aset :
1)
Badan usaha Milik Negara (BUMN)
·
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
adalah usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara atau badan usaha yang tidak
seluruh sahamnya dimiliki negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yaitu
:
a)
BUMN yang merupakan patungan
antara pemerintah dengan pemerintah daerah
b)
BUMN yang merupakan patungan
antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
c)
BUMN yang merupakan badan-badan
usaha patungan dengan swasta nasional/ asing di mana negara memiliki saham
mayoritas minimal 51%.
(Pandji
Anoraga, 1995).
·
Bahasa Asing BUMN adalah public
enterprise. Dengan demikian berisikan dua elemen esensil, yakni unsur
pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise). Berapa besar presentase
masing-masing elemen itu di suatu BUMn tergantung pada jenis atau tipe
BUMN-nya. Untuk eprsero unsur bisnisnya lebih dominan. PERUM boleh dikatakan
fifty-fifty.
(Chariuman
Armia, 1989)
·
Karena BUMN diciptakan oleh
undang-undang, diusulkan pemerintah dan disetujui DPR, maka jadilah dia suatu
produk politik. Itulah sebabnya dikatakan politik merupakan sifat yang tidak
dapat dipisahkan dari BUMN. Apabila elemen politik sampai ditiadakan maka akan
hilanglah relevansi dari keberadaan BUMN itu. (Pandji Anoraga, 1995.
2)
SWASTA
·
Pasal 33 UU 1945 menyatakan
tigas sektor kegiata perekonomian, yaitu sektor pemerintah, swsta dan koperasi.
Dewasa ini semakin jelas adanya trikotomi bangun usaha di Indonesia, yaitu
BUMN, Swsata dan Koperasi. Peran swasta dan cara kerja swasta semakin banyak
disorot karena memang ada kecenderungan sektor ini bisa bekerja lebih efisien
dari pada sektor negara yang terkekang oleh birokrasi, sedangkan koperasi
karena masih lemah belum mampu mengembangkan diri (Mubyarto, 1988).
·
Umumnya dikonsepsikan bahwa
tujuan pendirian perusahaan swasta adalah untuk memperoleh keuntungan maksimal.
Dalam zaman modern ini keuntungan maksimal bukan merupakan satu-satunya tujuan
masih ada tujuan lain yang leibh penting dan kadang-kadang lebih mendesak
misalnya pertumbuhan skala organisasinya, kepentingan sosial dan sebagainya.
Pengusaha yang berpandangan jauh ke depan sangat mementingkan “goodwill” dari
masyarkaat (Sudarono, 1983).
3)
KOPERASI
·
Koperasi dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti bekerjasama untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu koperasi adalah suatu perkumpulan yang memberikan orang-orang
atau badan-badan yang memberikan kebebasan untuk masuk dan keluar sebagai
anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk
mempertinggi kesejahteraan Jasmaniah para anggotanya A(rifinal Chaniago, 1984).
·
Menurut undang-undang koperasi
yang lama (Undang-undang Koperasi No. 12 Tahun 1967) didefinisikan: Koperasi
Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan
orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi
sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
b.
Berdasarkan Besar-kecilnya
Aset/ Modal
·
Biro Pusat Statistik (BPS)
menggolongkan perussahaan di Indonesia sebagai berikut :
Ø Perusahaan Besar :
memiliki pekerja 100 orang lebih
Ø Perusahaan sedang :
memiliki pekerja 20 – 99 orang
Ø Perusahaan kecil :
memiliki pekerja 5 – 19 orang
Ø Kerajinan R. Tangga :
memiliki pekerja kurang 5 orang
·
Istilah-istilah lain yang
sering dipergunakan :
Ø Usaha Skala Besar (USS), Industri Skala Besar (ISB)
Ø Usaha Skala Menegah (USM), Industri Skala Menengah (ISM)
Ø Usaha Skala Kecil (USK), Industri Skala Kecil (ISK)
1)
Perusahaan Kecil (USK, ISK
a)
Definisi : Sebelum lahirnya UU
NO. 9 / 1995 tentang usaha kecil tidak ada persamaan definisi USK dari berbagai
instansi, seperti :
(1)
Departemen Perindustrian dan
Bank Indonesia
= total aset diluar tanah dan bangunan dibawah Rp 600 juta.
(2)
Departemen Perdagangan
= modal aktif di bawah Rp 25 juta
Lahirnya UU No. 9/ 1995 yang menetapkan hanya dengan pendekatna
jumlah aset yakni di bawah Rp 200 juta merupakan akhir dari berbedanya definisi
antar lembaga selama ini (lukman Hakim, 1996).
b)
Kelemahan dan Kelebihan USK
Kelemahannya :
(1)
Modalnya sangat terbatas
(2)
Teknologi yang digunakan sangat
sederhana
(3)
Organisasi/ manajemen bersifat
informal/ kekeluargaan
(4)
Lingkup pemasaran terbats
(lokal)
(5)
Produknya bahan makanan atau
kebutuhan sehari-hari.
Kelebihan :
(1)
Lebih cepat dalam mengambil keputusan
(2)
Lebih fleksibel dalam
menghadapi perubahan
(3)
Pangsa pasar produk makanan dan
kebutuhan sehari-hari lebih stabil
c)
Perkembangan ISK
·
Yang sangat menentukan
keberadaan atau pertumbuhan ISK, terutama IRT di negara-negara sedang
berkembang bukan hanya tingkat pembangunan atau pendapatan riil per kapita,
tetapi dan terutama ditentukan oleh distrubsi pendapatan. Selama kelompok
masyarakat berpendapatan rendah masih besar, ISK tetap diperlukan.
·
Ini berarti bahwa ISK masih
bisa survive walau ditengah-tengah pertumbuhan Ism dan ISB yang pesat dan
menghadapi persaingan yang semakin berart dari kelompok industri tersebut dan
dari barang-barang impor. ISK dan ISB, karena ISK mempunyai segmen pasar
tersendiri, yakni dari golongan masyarakat berpendapatan rendah.
(Tulus Tambunan, 1996).
Tabel Peningkatan Output,
Nilai Tambah dan Produktivitas ISK menurut Subsektor, 1986 – 1990
|
ISIC
Code
|
Output
(Jut Rp)
|
Nilai
Tb (jt/Rp)
|
Produktivitas
(jt/orang)
|
|||
|
1986
|
1990
|
1986
|
1990
|
1986
|
1990
|
|
|
31
32
33
|
47,84
17,70
11,35
|
48,40
25,05
7,85
|
37,08
17,01
14,33
|
25,08
29,84
20,95
|
3,29
2,91
2,34
|
4,50
5,52
3,47
|
Sumber : BPS (dikutip dari Tulus Tambunan, 1996)
Keterangan : 31 = makanan, minuman dan tembakau
32 = tekstil, pakaian jadi dan kulit
33 = kayu dan produk dari kayu termasuk alat-alat
rumah tangga dari kayu
·
Kasus di Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam studi Saragih dan Krisnamurthi (1994) menunjukkan bahwa pada
tahun 1990 jumlah industri pengolah hasil pertanian tercatata pada 894,000 unit
dan 99,7% diantaranya berskala kecil. Fakta ini menunjukkan bahwa di Idnoensia
agroindustri pada umumnya masih merupakan kegiatan ISK (catatan: tidak
dijelaskan berapa besar nilai produk atau nilai tambah ISK tersebut).
d)
Kendala Struktural yang
Dihadapi ISK
Perkembangan agroindustri menghadapi banyak kendala, yaitu ;
(1)
Kegiatan pertanian belum
memberikan dukungan optimal, karena pola produksi pertanian belum terpusat.
(2)
Diersifikasi kegiatan pertanian
masih rendah
(3)
Ketrbatasan dana/ modal
(tergantung grosir di kota)
(4)
Menghadapi kesulitan pemasaran
(kurang informasi)
(5)
Biaya transportasi (output
maupun input) relatif masih tinggi.
(6)
Teknologi, manajemen dan tenaga
trampil yang sangat kurang.
(Tulus, Tambunan, 1996).
2)
PERUSHAAN MENENGAH (USM, ISM)
a)
Definisi : perusahaan kecil dan
menengah ini sering digabung menjadi satu golongan, yaitu golingan Usaka Skala
Kecil Menengah (UKM).
UKM didefinisikan sebagia usaha-usaha yang memiliki aset sampai
dengan Rp 200 juta – meskipun sebenarnya 90% lebih berada jauh di bawah ambang
batas kategori itu, yakni memiliki aset kurang atau sama dengan Rp 50 juta.
(Mudaris, Alli Masyhud, 1995).
Dalam perspektif ini maka koperasi dan pra koperasi primer atau
koperasi informal pada umumnya dapat dimasukkan dalam kategori ini.
b)
Perkembangan UKM
·
Menurut Biro Pusat Statistik
(BPS), populasi UKM ini mencapai 33,45 juta unit, dan lebih dari separuhnya
bergerak di sektorp edesaan. Di pedesaan yang lazimnya diusahakan rakyat
seperti kerajinan rakyat, pertanian, perkebunan rakyat, aneka pertambangan
rakyat, pertambakan dan penggaraman rakyat.
·
Sektor-sektor yang lazim
bergerak di perkotaan antara lain jasa perdagangan, transportasi rakyat dan
industri makanan rakyat. Disamping itu ada sektor lain yang bergerak baik di
pedesaan maupun di perkotaan, yaitu perkreditan rakyat.
(Mudaris Ali Masyud, 1995).
·
Drs. Chaeruddin, Direktur Bina
Program Ditjen. Aneka Industri memaparkan perkembangan UKM yang khussu bergerak
di bidang industri. Sampai akhir PJP-I, jumlah industri kecil dan menengah
sekitar 2 juta unit usaha nilai produksi sebesar Rp 20 triliun atau 13,5% dari
total produksi industri nasional. Sedang nilai ekspor mencapai US$2,6 miliar
atau 10% dari ekspor industri nasional.
(Chaeruddin, 1995).
3)
PERUSHAAN BESAR (USB, ISB)
a)
Sejarah munculnya Pengusaha
Besar
·
Sesjarah sektor swasta di
Indonesia relatif masih muda, dan hubungan antara sektor swasta dengan
pemerintah dan hubungan antara sektor swasta dengan pemerintah sesudah
kemerdekaan mengalami pasang surut. Awal tahun 1950-an pemerintah menerapkan
kebijaksanaan proteksi, yang dikenal dengan sebutan kebijaksanaan “benteng”.
·
Dalam masa Orde baru muncul
para pengusaha besar keturunan yang berkembang pesat berkat usaha patungannya
dengan pemerintah atau BUMN, terutama dalam hubungannya dengan penanaman modal
asing. Ada kecenderungan parapengusaha asing – terutama dari Jepang lebih suka
bekerja sama dengan para pengusaha keturunan.
·
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
pada dekade 1970-1980 juga telah memunculkan pengusaha besar pribumi seperti
Probosutejdo dan Sukamdani Gitosardjono, tetapi secarak eseluruhan jumlah
pengusaha keturunan yang menjadi besar jauh lebih banyak.
Munculnya banyak pengusaha keturunan yang besar dan
kelompok-kelompok pengusaha lain termasuk yang pribumi merupakan fenomena baru
dalam perekonomian Indonesia. (Mubyarto, 1988).
b)
Monopoli, Oligopoli dan
Konglomerasi
Setelah masa deregulasi dan debirokratisasi dengan iklim
keterbukaan, berbagaiperusahaan swasta memasuki era “go public”. Dengan makin
terbukanya informasi bisnis maka diperolehberbagai peta struktur pasar, malahan
tidak hanya monopolli dan oligopoli, tetapi kiranya telah lama lahir bentuk
konglomerasi. Dalam konglomerasi ini dapat terjadi penguasaan asset nasional
yang berintegrasi secara vertical maupun horisontal. (Nurimansyah Hasibuan,
1995).
c)
Perkembangan Konglomerat di
Indonesia
·
Dunia usaha perdaganagn,
transportasi, konstruksi dan properti, keuangan dan asuransi, mediamasa,
pendidikan, kesehatan dan lahan-lahan tambak ikan serta perkebunan serempak
dikuasai. Dewasa ini sekitar 200 konglomerat menguasai penjualan barang-barang
dan jasa sekitar 57% dari pendapatan nasional Indonesia.
·
Suatu kenyataan yang menarik
adalah bahwa dalam sektor industri pengolahan Indonesia, sekitar 72% nilai
tambah diciptakan oleh industri-industri yang mempunyai struktur oligopolistik
dengan konsentrasi tinggi (Nurimansyah Hasibuan, 1995).
·
PDBI menyatakan bahwa 300
konglomerat Indonesia memiliki jumlah penjualan (1988) Rp 70 triliun. Dari
ruang lingkup nasional memang konglomerrat sudah mendominasi perekonomian
Indonesia. Mereka telah mencapai skala kegiatan kira-kira dua kali lipat dari
APBN Indonesia 1989-1990, sekitar Rp 36 triliun.
(Pandji Anoraga, 1995).
B.
PERAN DAN FUNGSI BAGI
PEREKONOMIAN
Triologi Pembangunan yang meliputi
pemerataan pembangunan dan hasil-basilnya, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis, ketiganya mengikat keseluruhan pelaku eknomi
yang ada. Jadi, adalah keliru jika beranggapan bahwa tugas-tugas dari koperasi
hanyalah melaksanakan pemertaan, swasta melaksanakan pertumbuhan dan BUMN melaksanakan
stabilitas saja. Baik KOPERASI, SWASTA maupun BUMN ketiganya berkewajiban
melaksanakan tugas-tugas triologi itu (Sri Edi Swasono, 1990).
a.
Peran Sebagai Penggerak
Pertumbuhan Ekonomi
·
Di masa yang lalu, terutama
masa ekonomi terpimpin Orde Lama (1959-1965) peran BUMN dalam perekonomian
Indonesia sangat dominan. BUMN melakukan kegiatan dan menguasai hampir di semua
sektor ekkonomi, seperti sektor keuangan/ perbankan, pertambangan, perkebunan,
kehutanan, industri, perdagangan, transportasi dan jasa-jasa lain. Jadi saat
itu BUMN berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
·
Dimasa Orde Baru peran BUMN
sedikit demi sedikit mulai berkurang terutama sejak digulirkan
deregulasi-deregulasi tahun 1980-an.
Pemerintah memandang sudah saatnya sektor swasta diberi peran yang lebih
besar dalam kegiatan ekonomi. Hal ini bisa kita pahami seab sejak 1982/1983
(pasca oil boom) penerimaan pemerintah dari sumber migas terus menurun sebagai
akibat terus merosotnya harga minyak di paar internasional dari US$35 per barel
(1982) sampai titik terendah US$ 9 per barel (1986).
·
Maka pergeseran peran sektor
BUMN kepada sektor swasta mulai terjadi sejak awal tahun 1980-an. Nilai
produksi dari industri manufaktur berdasarkan pemilikan (perusahaan) sebagai
berikut : sektor pemerintah menurun dari 25,0% (1975) menjadi 14,4% (1983):
sektor swasta meningkat dari 50,7% (1975) menjadi 56,9% (1983); sedangkan
sektor (swasta) asing menurun dari 10,2% 91975) menjadi 1,5% (1983); namun
patungan swasta/ asing meningkat dari 10,5% (1975) menjadi 21,1 (1983).
(Gunawan Sumodiningrat, 1990)
·
Jadi peran sektor swasta dan
patungan swasta/ asing sejak awal tahun 1980-an menjadi dominan dan menjadi
penggerak pertumbuhan ekonomi karena memberi sumbangan pada produk industri
manufaktur sebesar 78,0%. Lebih-lebih setelah terjadi proes konsentrasi ekonomi
pada kelompok swasta besar atau parakonglomerat yang menguasai 57% dari
pendapatan nasional dan omzet penjualan mereka mencapai Rp 70 triliun (dua kali
lipat APBN 1989/1990).
b.
Peran Sebagai Pencipta Lapangan
Pekerjaan
·
Jumlah tenaga kerja di sektor
manufaktur menurut skala usaha (dalam prosentase) berturut-turut sebagai
berikut ; ISK (Ik + IRT) sebanyak 86,0% 91974/1975); 80,6% (1979) dan 68,3%
(1986), sedang Ism dan ISB sebanyak 13,5% (1974), 19,4% (1979) dan 31,7%
(1986).
(Tulus Tambunan, 1996).
·
Pangsa tenaga kerja pada Isk
yang terdiri dari industri kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) cenderung
makin menurun, meskipun pada tahun 1986 masih tetap lebih besar, yaitu 68,3% di
bandingkan pangsa Ism dan ISB sebesar 31,7%. Hal ini, menurut Anderson,
disebabkan karena ada relasi negatif antar apertumbuhan ekonomi dengan
perkembangan daya serap tenaga kerja ISK. Artinya bila pertumbuhan ekonomi
meningkat, maka daya serap tenaga kerja pada ISK akan menurun. Kasus di
Idnoensia adalah bahwa selam amasa Pelita I sampai Pelita III (1969-1983)
pertumbuhan ekonomi meningkat akibat adanya kenaikan harga minyak selama masa
oil boom 91973-1982).
c.
Fungsi Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat
·
Ada dua konsep mengenai
tanggung jawab sosial suatu perusahaan, yaitu :
1.
Howard R. Bowen dalam bukunya
“Social Responsibility of the Businessman” menganjurkan bahwa
perusahaan-perusahaan hendaknya mempertimbangkan dampak-dampak sosial dari
keputusan yang dibuatnya.
2.
Konsep “Social Responsibility”,
yaitu adanya perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mengaitkan
kegiatan-kegiatan dan kebijakan-kebijakannya dengan lingkungan sosial
sedemikian rupa sehingga bermanfaat atau menguntungkan baik bagi perusahaan
maupun masyarakat.
(Asep Hermawan, 1995)
3.
Adnan Putra menjelaskan bahwa
pada dasarnya tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia berkaitan dengan
apa yang diamanatkan dalam GBHN, yaitu bahwa pembangunan di Indonesia
berwawasan lingkungan. Yang dimaksud pembangunan berwawasan lingkungan menurut
pasal 1 butir 13 UU Lingkungan Hidup tahun 1982 adalah upaya sadar dan
berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam
pembangunan yang bekresinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Dengan
demikian lingkungan itu mengandung arti luas, secara dimensional mencakup
lingkungan phisik (ekologi/ekosistem)
dan non phisik (budaya/ tradisi/ nilai), secara struktural organisatorik
mencakup lingkungan internal dan eksternal.
(Asep Hermawan, 1995)
d.
Daya Serarp Tenaga kerja
Setelah Krisis 1997
·
Melemahnya permintaan domestik
dan berbagai kendala yang timbul dalam proses produksi sebagai akibat dampak
krisis moneter menyebabkan sebagian besar perusahaan mengurangi bahkan
menghentikan produksi, sehingga terjadi peningkatan PHK.
·
Berdasarkan laporan Departemen
Tenaga Kerja pada tahun 1997 ada 93 perusahaan yang secara resmi melakukan PHK
terhadap 41.716 orang pekerja, 10 perusahaan dalam proses PHK terhadap 2.068
pekerja dan diperkirakan akan terjadi PHK atas 6.523 pekerja (Laporan tahunan
BI 1997/1998).
·
Disisi pasokan tenaga kerja,
jumlah angkatan kerja tahun 1997 diperkirakan mengalami peningkatan dari 92,8
juta orang (1996) menjadi 95,5 juta orang. Dengan perkembangan tersebut, jumlah
pengangguran terbuka pada tahun 1997 meningkat sampai sekitar 7 juta orang atau
7,5% dari angkatan kerja.
·
Seiring dengan membaiknya
kondisi perekonomian pada tahun 2000, maka tingkat pengangguran terbuka
(perbandingan jumlah pengangguran terbuka terhadap jumlah angatan kerja)
menurun dari 6,0% (1999) menjadi 5,9%.
Indikator Ketengakerjaan :
Indikator |
Juta Penduduk
|
|||
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
|
|
Penduduk usia
kerja
Jumlah
angkatan kerja
Bekerja
Pengangguran
terbuka
Tingkat
pengangguran terbuka %
PTAK %
|
13,5
92,8
87,7
5,1
5,5
66,9
|
141,1
94,8
88,9
6,0
6,4
67,2
|
141,3
95,7
89,9
5,9
6,1
67,7
|
0,,15
0,95
1,04
-1,64
-2,60
0,73
|
Sumber : Badan Pusat Statistik (dalam Laporan BI, 2000)
·
Indikator lain, Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu ratio antara jumlah angkatan kerja
terhadap penduduk usia kerja, meningkat dari 67,2% (1999) menjadi 67,7%. Hal
ini berkaitan dengan menurunnya jumlah pengangguran terbuka dan PHK cenderung
menurun
·
Meskipun angka pengangguran
menurun, jumlah orang menganggur cukup tinggi, yaitu 5,9 juta orang. Dilihat
dari tingkat pendidikannya: 62,0% SD, 16,0% SMP, 18% SMA, Diploma dan
Universitas 4%.
C.
ANALISIS KEBIJAKAN YANG RELEVAN
a.
Kebijakan Peningkatan Kinerja
dan Daya Saing
·
Dalam World Competitiveness
Report 1996, Indonesia erada di ranking 41 dalam hal tingkat daya saing dari 46
negara (turun dari ranking 33 pada tahun 1995). Sedangkan untuk ASEAN lainnya
umumnya naik, yakni ranking tahun 1996 untuk Filipina (31), Thailand (30),
malaysia (23) dan Singapura (2).
(Didin S. Damanhuri, …..)
·
Hal ini sebagai akibat masa
PJP-I yang umumnya hampir bersifat total inward looking (IWL) dengan penerapan
strategi industrialisasi substitusi import (ISI) secara penuh dengan politik
proteksi dan subsidi yang mengiringinya, telah menghasilkan kinerja efisiensi
produk industri dan ekonomi yang berbiaya tinggi dengan kualitas rendah diukur
oleh harga dan kualitas internasional. Dalam situasi inefisiensi
industrialisasi dan kebocoran pembangunan yang tinggi (Sumitro menyebutkan
sekitar 30%), pemerintah mengandalkan solusinya dengan langkah deregulasi, swastanisasi
dan debirokratisasi secara amat lamban dalam bentuk paket-paket kebijaksanaan
yang berlangsung sejak tahun 1983 hingga tahun 1996.
(didin S. Damanhuri, …..)
b.
Kebijakan Pemberdayaan
Perusahaan Kecil Menengah
·
Kebijakan makro antara lain
melalui kebijakan kredit diharapkan akan mampu memelihara kestabilan ekonomi
dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
dan lapangan kerj baru. Sedangkan melalui kebijakan mikro antara lain dapat
meningkatkan dan memperluas akses usaha kecil dan koperasi kepada lembaga
keuangan/ perbankan, akses pasar, berupa pengenalan, pembinaan produk-produk
baru yang lebih mendekati selera pasar, atau kegiatan-kegiatan lain yang
besifat produktif dari usaha yang bersangkutan.
(A. Daniel Uphadi, 1995).
·
Pola kredit bersubsidi yang telah
diluncurkan pemerintah sejak tahun 1973 antara lain: Kredit Investasi Kecil/
KIK Dan Kredit Modal Kerja Permanen / KMKP, Kredit Bimas Dan Inmas, Kredit Umum
Pedesaan/ KUP.
Bank Indonesia (BI) selain memberikan bantuan keuangan, juga
memberikan bantuan teknis kepada perbankan melaluli Proyek Pengembangan Usaha
Kecil (PPUK-BI) antara lain melakukan identifikasi peluang investasi pada semua
sektor ekonomi (A. Daniel Uphadi, 1995).
·
Pemerintah telah menjalankan
berbagai cara untuk menangani hal itu :
1.
Januari 1990 Presiden
menghimbau agar koperasi hendaknya diberi saham oleh perusahaan-perusahaan
besar, sampai 25% dari total saham perusahaan.
2.
15 Mei 1996, pemerintah
mencanangkan Gerakan Kemitraan Nasional, yang bertujuan menggalang kekuatan
semua pihak agar peduli dengan masalah kemitraan usaha
(Lukman Hakim, 1996).
·
Selama ini kemitraan usaha
lebih banyak didasarkan atas pertimbangan politik dari pada atas dasar
pertimbangan ekonomi. Dasar pertimbangan ekonomi untuk melakukan kemitraan
usaha adalah adanya keterkaitan produksi, yaitu keterkaitan produksi ke depan
(forward production lingkage) atau keterkaitan produksi ke belakang (backward
production linkage).
·
Forward production linkage
artinya hasil produksi (output) dari UKM dibeli (dipakai) oleh USB untuk diproses
menjadi finish goods. Backward production linkage artinya input (bahan baku)
UKM diperoleh atau dibeli dari USB.
0 Comments