Secara
garis besar, berita dapat dibagi pada dua kategori. Pertama, Hard News. Kedua,
Soft News.
Hard News (Berita Hangat), dapat didapatkan pada koran-koran berita harian, atau media-media online harian. Kelebihan bentuk berita ini, ia mampu menyampaikan informasi kepada pembacanya secara cepat, tepat, akurat dan lugas (langsung dan tidak bertele-tele). Namun kekurangannya, setelah berlalu dalam beberapa masa berita ini akan basi dan tidak menarik lagi untuk dibaca.
Hard News (Berita Hangat), dapat didapatkan pada koran-koran berita harian, atau media-media online harian. Kelebihan bentuk berita ini, ia mampu menyampaikan informasi kepada pembacanya secara cepat, tepat, akurat dan lugas (langsung dan tidak bertele-tele). Namun kekurangannya, setelah berlalu dalam beberapa masa berita ini akan basi dan tidak menarik lagi untuk dibaca.
Soft News
(Berita Lembut). Gaya berita ini dapat ditemukan di media-media yang terbitnya
berkala, baik mingguan ataupun bulanan, dan semacamnya. Para pengelola media
yang terbitnya berkala dan tidak harian, sangat menyadari bahwa berita yang
mereka suguhkan kepada pembaca tentu kalah cepat dengan informasi-informasi
yang disampaikan oleh media harian. Oleh karena itu, satu-satunya jalan agar
bulletin atau majalah mereka masih tetap laku di pasaran dan masih tetap
diminati oleh pembaca adalah dengan menyuguhkan berita dalam bentuk Soft News.
Media berkala meskipun kalah cepat dengan koran harian, atau berita-berita online, tapi dengan gaya Soft News, ia memiliki keunggulan tersendiri. Dengan Soft News, berita yang mereka suguhkan tidak akan terancam basi. Sehingga berita-berita Soft News, meskipun telah tersimpan dalam tumpukan rak, dan baru diketemukan setelah beberapa tahun kemudian, berita itu masih asyik untuk dibaca. Kenapa demikian, tidak lain jawabannya karena berita ini diracik dalam gaya bahasa kolom, yang terkadang berbau sastera dan semacamnya.
Media berkala meskipun kalah cepat dengan koran harian, atau berita-berita online, tapi dengan gaya Soft News, ia memiliki keunggulan tersendiri. Dengan Soft News, berita yang mereka suguhkan tidak akan terancam basi. Sehingga berita-berita Soft News, meskipun telah tersimpan dalam tumpukan rak, dan baru diketemukan setelah beberapa tahun kemudian, berita itu masih asyik untuk dibaca. Kenapa demikian, tidak lain jawabannya karena berita ini diracik dalam gaya bahasa kolom, yang terkadang berbau sastera dan semacamnya.
Keunggulan
kedua Soft News, terletak pada analisa berita. Jika berita dalam bentuk Hard
News mengandalkan kecepatan berita, maka dalam Soft News mengandalkan ketajaman
analisa. Sehingga tidak heran jika berita-berita Soft News juga digandrungi
oleh para intelegen sebagai rujukan utama dalam investigasi mereka.
Di media
Masisir, bentuk Soft News inilah yang dikembangkan oleh media-media Masisir
yang ada. Baik indefenden maupun media yang berada dalam satu instansi atau
organisasi.
Gaya
Berita Masisir0nLine
Setelah
membaca pengantar di atas, dari sini dapat kita tarik benang merah bahwa
idealnya gaya berita MasisirOnline diracik dalam bentuk Hard News. Demikian
karena kecepatan informasi yang mampu disuguhkan oleh MasisirOnLine,
mengungguli media-media yang terbit berkala di Masisir. Selain itu
MasisirOnLine tidak terjebak pada kendala layouting dan cetak berita.
Investigasi
Berita (Hunting Data)
Baik Hard
News maupun Soft News, kedua-duanya sangat tergantung pada fase investigasi
berita atau hunting data. Sejatinya data yang ingin diinvestigasi/dihunting
hanya bermuara pada satu istilah jurnalistik 5 W + 1 H (What, Where, When, Who,
Why dan How). Kurangnya satu elemen yang membentuk berita ini, akan membuat
berita prematur dan tidak layak diterbitkan.
Untuk mendukung akurasi data seorang wartawan diharapkan dapat mengejar data di lokasi kejadian secara langsung. Seorang jurnalis juga dituntut untuk mengejar data langsung kepada sumber yang bersangkutan dan terkait. Semua itu lagi-lagi diilhami oleh tuntutan akurasi berita.
Untuk mendukung akurasi data seorang wartawan diharapkan dapat mengejar data di lokasi kejadian secara langsung. Seorang jurnalis juga dituntut untuk mengejar data langsung kepada sumber yang bersangkutan dan terkait. Semua itu lagi-lagi diilhami oleh tuntutan akurasi berita.
Meracik
Berita Hard News
Setelah
data (5W+1H) terkumpul, tibalah saatnya meracik berita. Jika dalam Soft News
seorang jurnalis dituntut untuk pandai-pandai memulai berita dengan pancingan
kalimat awal yang akan membuat berita mereka tertarik dibaca oleh orang lain.
Dalam Hard News, tidak dituntut hal yang demikian. Dalam Hard News seorang
jurnalis hanya dituntut mampu memaparkan berita dan informasi secara langsung,
lugas, jelas, gamblang dan tidak bertele-tele. Itulah sebabnya sehingga Hard
News juga dikenal sebagai Straight News.
Judul
berita
Dalam Hard
News, judul berita tidak perlu booming, cukup mewakili dari isi dan angel
berita dan informasi yang akan disuguhkan kepada pembaca. Judul berita yang
terdengar dahsyat, namun tidak mewakili isi dari tulisan justru akan membuat
pembaca berita kecewa.
Selain itu mengapa judul diusahakan dapat mewakili isi dan ruh berita, karena ada beberapa pembaca yang hanya ingin membaca judul berita saja. Itulah sebabnya sehingga seorang jurnalis dituntut pandai merumuskan judul yang mewakili angel dari berita yang ia tulis.
Selain itu mengapa judul diusahakan dapat mewakili isi dan ruh berita, karena ada beberapa pembaca yang hanya ingin membaca judul berita saja. Itulah sebabnya sehingga seorang jurnalis dituntut pandai merumuskan judul yang mewakili angel dari berita yang ia tulis.
Kutipan
Langsung
Dalam
tradisi penulisan berita, seorang jurnalis diharuskan mencantumkan beberapa
kutipan langsung. Kutipan langsung ini bertujuan sebagai penegasan kepada
pembaca bahwa berita yang disuguhkan kepada mereka ini didapat dari hasil
hunting data secara langsung dari tempat dan sumber berita.
Kode Etik
Jurnalistik
Setiap
badan-badan pers di setiap Negara memiliki kode etik tersendiri. Di Indonesia,
Dewan pers yang melindungi dan memperjuangkan hak-hak wartawan, juga telah
menyusun kode etik yang telah disahkan dan disetujui oleh Negara. Tujuan kode
etik ini dirumuskan untuk menjamin idealisme pers yang bebas dan bertanggung
jawab, bukan malah sebagai provokator. Selain itu setiap somasi pers yang
diarahkan kepada seorang jurnalis atau kepada satu media, dapat diperjuangkan
di pengadilan apabila terbukti pemberitaan yang dituliskan oleh seorang
wartawan tidak melanggar kode etik yang telah ditetapkan Dewan Pers.
Di Mesir meskipun seluruh media tidak terdaftar dalam Dewan Pers, tapi paling tidak sebagai pembelajaran, apa salahnya kalau dalam setiap pemberitaan yang kita terbitkan tetap dalam garis kode etik jurnalistik yang telah diakui di Negara tercinta kita Indonesia.
Berikut kutipan Kode Etik Jurnalistik yang dirumuskan oleh Dewan Pers Indonesia:
Pasal 1
Di Mesir meskipun seluruh media tidak terdaftar dalam Dewan Pers, tapi paling tidak sebagai pembelajaran, apa salahnya kalau dalam setiap pemberitaan yang kita terbitkan tetap dalam garis kode etik jurnalistik yang telah diakui di Negara tercinta kita Indonesia.
Berikut kutipan Kode Etik Jurnalistik yang dirumuskan oleh Dewan Pers Indonesia:
Pasal 1
Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan
Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Pasal 3
Pasal 3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Pasal 4
Pasal 4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Pasal 6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Pasal 8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Pasal 11
Pasal 11
Wartawan
Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
0 Comments