Sebelum membahas
pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang
melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan
organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common”
dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha
untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang
lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap
kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah
seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam
kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan
kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu
hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi
sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam
kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan
masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin
dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya
kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi,
maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut
terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan
yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing
individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat
untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi
dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi
kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan
beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan
individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana
Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat
digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi
yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian
dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor
kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan
informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi
massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan
elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi,
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan
adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model
ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat
monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model
yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik.
Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap
partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini
komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara
dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu
defenisi menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu
hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari
batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
- Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
- Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep
komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat
memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu
komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek
organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi
organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat
hubungannya saling bergabung satu sama lain (the
flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi
komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald
Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication,
mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam
organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi
yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen
mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi
dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi
kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk
bekerja lebih baik.
2. Upward
communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate)
mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah:
a) Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal
communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan
ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan
melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
- Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
- Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami
pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat
proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan
kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis
karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima
(receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender)
dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek
yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan
tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba
memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model
berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source)
baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau
kelompok lain, sebagai berikut:
- Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
- Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
- Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
- Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
- Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi
dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat
melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan
oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu
organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi
untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan
sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
- Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
- Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan
akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan
tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan
laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami Komunikasi dalam
Organisasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada
pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan
yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat
perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi
tertentu (a specialized set of
intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu
pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung
pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari
adalah sbb:
1. The
Controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi
ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan
perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap
pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian
untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan
perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut
digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah
tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru
berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif
sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif
pula.
2. The
Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini,
adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan
membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun
dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan
memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam
memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil
keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi
ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di
antara para anggota dalam suatu organisasi.
3. The
Structuring style
Gaya
komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara
tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan,
penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan
(sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain
dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan
dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan
Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah
orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan
tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic
style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini
sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para
wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya
komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan
untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini
cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat
kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5. The
Relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
6. The
Withdrawal style
Akibat yang
muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya
tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi
dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi
yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam
deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak
ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa
ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan
suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh
karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum
yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of
communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga
gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan
secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi.
Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal
mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat
Referensi :
A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi,
2001Ronald Adler dan George Rodman, Understanding Human Communication, 1997
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, 1994
Sumber :www. Google.com
Sumber :Prilaku organisasi Herman purwiyanto.staf.un s.ac.id
0 Comments